“Pakaian yang higienis merupakan nafkah. Sehingga mencuci merupakan kewajiban Suami.
.
.
Makanan yakni nafkah. Maka kalau masih berbentukberas, itu masih setengah nafkah. Karena belum mampu di makan. Sehingga mengolah makanan yaitu kewajiban Suami.
.
.
Lalu menyiapkan rumah tinggal merupakan kewajiban Suami. Sehingga kebersihan rumah yaitu kewajiban Suami.”
.
.
“Waaaaah.. hingga segitunya bu..? …
.
.
Lalu jika itu semua keharusan Suami. Kenapa Ibu tetap melaksanakan itu seluruhnya tanpa menuntut Ayah sekalipun?”
.
.
“Karena Ibu juga seorang Istri yang mencari ridho dari Suaminya.
.
.
Ibu juga mencari pahala agar selamat di akhirat sana.
.
.
Karena Ibu mencintai Ayahmu, mana mungkin Ibu tega menyuruh Ayahmu melaksanakan semuanya.
.
.
Jika Ayahmu berpunya mungkin pembantu mampu jadi penyelesaian. Tapi bila belum ada, ini ialah ladang pahala untuk Ibu.”
.
.
“Pernah dengar cerita Fatimah yang meminta pembantu terhadap Ayahandanya, Nabi, alasannya tangannya lebam menumbuk tepung? Tapi Nabi tidak memberinya. Atau pernah dengar juga ketika Umar bin Khatab diomeli Istrinya? Umar membisu saja sebab beliau tahu betul bahwa perempuan kecintaannya sudah melaksanakan tugas macam-macam yang bahwasanya itu bukanlah peran si Istri.”
.
.
“Iya Buu…” Aku mulai paham, “Kaprikornus Laki-Laki selama ini salah sangka ya Bu, seharusnya setiap Lelaki berterimakasih pada Istrinya. Lebih sayang dan lebih menghormati perjuangan Istri.”
.
.
“Eh. Pertanyaanku lagi Bu, kenapa Ibu tetap mau melakukan segalanya padahal itu bukan kewajiban Ibu?”
.
.
“Menikah bukan cuma soal menuntut hak kita, Nak. Istri menuntut Suami, atau sebaliknya. Tapi banyak hal lain. Menurunkan ego. Menjaga keserasian. Mau sama menyerah. Kerja sama. Kasih sayang. Cinta. Dan Persahabatan. Menikah itu perlombaan untuk berusaha melaksanakan yang terbaik satu sama lain.
.
.
Yang Wanita sebaik mungkin menolong Suaminya. Yang Lelaki sebaik-baiknya membantu Istrinya. Toh impiannya rumah tangga sampai Surga”
.
.
“MasyaAllah….eeh kalo calon istriku tahu hal ini lalu beliau jadi malas ngapa-ngapain, gimana Bu?” “Wanita beragama yang baik pasti tahu bahwa ia harus mencari keridhoan Suaminya”
.
