KONDISI MANUSIA MENYIKAPI PUJIAN DAN CELAAN
Imam Abu Hamid al-Ghazali dalam kitabnya Ihyâ’ Ulûmiddin menyampaikan: “Ketahuilah, bahwa dalam kasus pujian dan celaan keadaan manusia terbagi ke dalam empat macam:
1. Ia akan gembira dengan kebanggaan dan berterima kasih atas hal tersebut. Sebaliknya, ia akan marah atas celaan dan mendengki pencelanya, serta akan membalas dendam.
2. Ia akan memendam kemarahan di dalam hati kepada orang yang mencelanya, akan namun menahan verbal dan semua anggota tubuhnya untuk membalasnya. Atau, hatinya merasa gembira dan bahagia terhadap orang yang memujinya, akan namun menahan ekspresi tubuhnya utk menahan kegembiraan. Di sini ada kelemahan, namun dibandingkan sebelumnya, ini lebih baik.
3. Ini yakni tingkatan kesempurnaan yang pertama pertama, yakni menilai datar antara orang yang mencela dan yang memujinya. Ia tidak merasa resah dengan celaan dan tidak pula bahagia dengan pujian.
4. Jujur dalam beribadah. Ia tidak senang kebanggaan dan murka terhadap orang yang memujinya, alasannya yakni ia tahu kebanggaan yakni fitnah yang sangat berbahaya bagi diri dan agamanya. Ia suka kepada orang yang mencelanya, alasannya ia tahu bahwa orang ini menunjukkan malu, kekurangan dan dosa pada dirinya.
Oleh sebab itu, Nabi Muhammad SAW menyuruh untuk menaburkan tanah pada wajah orang-orang yang suka memuji. Suatu saat, Miqdad RA melihat seseorang memuji Utsman bin ‘Affan RA, maka Miqdad menghampiri orang ini, kemudian ia berjongkok, kemudian menaburkan batu pada tampang orang tersebut. Utsman berkata: “Ada apa denganmu?” Miqdad menjawab: “Rasulullah SAW bersabda:
إذا رأيتم المداحين فاحثوا في وجوههم التراب
‘Aраbіlа kаlіаn mеnуаkѕіkаn оrаng-оrаng уаng ѕukа mеmujі, mаkа tаburkаnlаh tаnаh раdа wаjаh mеrеkа’.” (HR. Muѕlіm, Tіrmіdzі dаn Ibnu Mаjаh)