Benarlah kata orang, waktu laksana pedang. Jika kita tidak dapat memanfaatkannnya, waktu sendiri yang akan menebas kita. Semangatlah dalam memanfaatkan waktu luang Anda dalam kebaikan, bukan dalam maksiat. Karena jikalau kita tidak direpotkan dalam kebaikan, tentu kita akan beralih pada hal-hal yang tidak berkhasiat yang tidak ada faedah.
Tidak Mampu Menghitung Nikmat Allah
Sungguh sudah banyak nikmat yang sudah dianugerahkan Allah Ta’ala terhadap kita. Jika kita menjajal untuk mengkalkulasikan lezat tersebut pasti kita tidak akan bisa untuk menghitungnya. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),
وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ
“Dan bila kalian mengkalkulasikan lezat Allah, pasti kalian tidak dapat untuk menghitungnya. Sesungguhnya insan itu sangat zalim dan sungguh mengingkari (ni’mat Allah).” (QS Ibrahim [14] : 34)
Dalam Taisir Al Karimir Rahman, Syaikh As Sa’di menyampaikan, “Dan kalau kalian menjumlah nikmat Allah, niscaya kalian tidak dapat untuk menghitungnya” maka lebih-lebih lagi untuk mensyukuri lezat tersebut. “Sungguh insan betul-betul zholim dan kufur”. Itulah watak insan di mana : (1) dia zholim dengan melaksanakan maksiat, (2) kurang dalam menunaikan hak Rabbnya, dan (3) kufur terhadap lezat Allah Ta’ala. Dia tidak mensyukurinya, tidak pula mengakui lezat tersebut kecuali bagi siapa yang diberi hidayah oleh Allah untuk mensyukuri lezat tersebut dan mengakui hak Rabbnya serta menegakkan hak tersebut.”
Kenikmatan yang Terlupakan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah mengabarkan terhadap kita bahwa waktu luang merupakan salah satu di antara dua kenikmatan yang sudah diberikan Allah Ta’ala kepada insan. Tetapi sangat disayangkan, banyak di antara insan yang melupakan hal ini dan terlena dengannya. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ ، الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
“Ada dua kenikmatan yang banyak dilupakan oleh manusia, yakni lezat sehat dan waktu luang”. (Muttafaqun ‘alaih)
Ibnu Hajar dalam Fathul Bari membawakan perkataan Ibnu Baththol. Beliau memberikan,”Makna hadits ini yaitu bahwa seseorang tidaklah dikatakan mempunyai waktu luang hingga badannya juga sehat. Barangsiapa yang menerima mirip ini, maka bersemangatlah biar tidak tertipu dengan teledor dari bersyukur terhadap Allah atas enak yang diberikan oleh-Nya. Di antara bentuk syukur yakni melaksanakan ketaatan dan menjauhi larangan. Barangsiapa yang luput dari syukur seperti ini, dialah yang tertipu.”
Ibnul Jauzi dalam kitab yang serupa memberikan, ”Terkadang insan berada dalam kondisi sehat, tetapi dia tidak memiliki waktu luang sebab sibuk dalam kegiatan dunia. Dan terkadang pula seseorang mempunyai waktu luang, namun ia dalam kondisi sakit. Apabila tergabung kedua lezat ini, maka akan datang rasa malas untuk melakukan ketaatan. Itulah manusia yang sudah tertipu (terperdaya).
Itulah insan. Banyak yang sudah terbuai dengan kenikmatan ini. Padahal setiap nikmat yang sudah Allah berikan akan ditanyakan. Allah Ta’ala berfirman,
ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ
“Kemudian kau tentu akan ditanya wacana kenikmatan (yang kau bermegah-megahan di dunia itu)”. (QS At Takaatsur [102] : 8)
Waktu yang Telah Berlalu Tak Mungkin Kembali Lagi
Penyesalan terhadap waktu yang sudah berlalu yaitu penyesalan yang tinggal penyesalan. Ingatlah, waktu yang sudah berlalu tidak mungkin akan kembali lagi.
الوقت أنفاس لا تعود
“Waktu yakni nafas yang tidak mungkin akan kembali.”
Syaikh ‘Abdul Malik Al Qosim berkata, “Waktu yang sedikit yaitu harta berguna bagi seorang muslim di dunia ini. Waktu yakni nafas yang terbatas dan hari-hari yang bisa terhitung. Jika waktu yang sedikit itu yang cuma sesaat atau berjam-jam bisa berbuah kebaikan, maka ia sungguh mujur. Sebaliknya kalau waktu disia-siakan dan dilalaikan, maka sungguh ia sungguh-sungguh merugi. Dan namanya waktu yang berlalu tidak mungkin kembali selamanya.” (Lihat risalah “Al Waqtu Anfas Laa Ta’ud”, hal. 3)
Hendaknya kita sadar bahwa waktu merupakan sesuatu yang sungguh berguna bagi seorang hamba. Sungguh disayangkan kalau waktu belalu begitu saja tanpa dipakai untuk melaksanakan ketaatan dan beribadah terhadap Allah Ta’ala yang telah banyak menawarkan enak kepada kita.
Waktu Laksana Pedang
Jika kita tidak akil memakai pedang, niscaya pedang tersebut akan menebas diri kita sendiri. Demikian juga waktu yang telah diberikan oleh Allah Ta’ala. Jika kita tidak dapat memanfaatkannya untuk berbuat ketaatan terhadap-Nya, pasti waktu akan menjadi bumerang bagi diri kita sendiri.
Dalam kitab Al Jawaabul Kaafi karya Ibnul Qayyim disebutkan bahwa Imam Syafi’i pernah mendapatkan pelajaran dari orang sufi. Inti tawaran tersebut berisikan dua kepingan kalimat berikut:
الوقت كالسيف فإن قطعته وإلا قطعك، ونفسك إن لم تشغلها بالحق وإلا شغلتك بالباطل
“Waktu laksana pedang. Jika engkau tidak menggunakannya, maka ia yang malah akan menebasmu. Dan dirimu bila tidak tersibukkan dalam kebaikan, tentu akan tersibukkan dalam hal yang tidak berkhasiat.”
Saudaraku, senantiasalah engkau meminta pada Allah kebaikan pada hari ini dan hari besok alasannya adalah hanya orang yang mendapatkan taufik dan tunjangan Allah Ta’ala yang bisa selamat dari tebasan pedang waktu.
Ibnu Mas’ud berkata,
ﻣﺎ ﻧﺪﻣﺖ ﻋﻠﻰ ﺷﻲﺀ ﻧﺪﻣﻲ ﻋﻠﻰ ﻳﻮﻡ ﻏﺮﺑﺖ ﴰﺴﻪ ﻧﻘﺺ ﻓﻴﻪ ﺃﺟﻠﻲ ﻭﱂ ﻳﺰﺩ ﻓﻴﻪ ﻋﻤﻠﻲ.
“Tiada yang pernah kusesali selain kondisi di dikala matahari karam, ajalku berkurang, tetapi amalanku tidak bertambah.”
Al Hasan Al Bashri berkata,
ﻣﻦ ﻋﻼﻣﺔ ﺇﻋﺮﺍﺽ ﺍﷲ ﻋﻦ ﺍﻟﻌﺒﺪ ﺃﻥ ﳚﻌﻞ ﺷﻐﻠﻪ ﻓﻴﻤﺎ ﻻ ﻳﻌﻨﻴﻪ ﺧﺬﻻﻧﺎﹰ ﻣﻦ ﺍﷲ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ
“Di antara tanda Allah berpaling dari seorang hamba, Allah menjadikannya sibuk dalam hal yang tidak memiliki kegunaan sebagai tanda Allah menelantarkannya.”
Sеmоgа dеngаn nаѕеhаt ѕеdеrhаnа іnі mеmbuаt kіtа ѕеmаkіn ѕаdаr аkаn mеmаnfааtkаn wаktu dаlаm kеbаіkаn. Wаllаhu wаlіууut tаufіԛ
Sіlаhkаn bаgіkаn
